Jumat, 09 Maret 2012

Wisata Sejarah di Museum Sri Baduga Bandung


Wisata Sejarah di Museum Sri Baduga Bandung




Sri Baduga adalah nama gelar raja Pajajaran yang memerintah tahun 1482-1521 Masehi. Museum yang berlokasi tepat di samping Lapangan Tegallega, Kota Bandung, ini menjadi etelase yang menjelaskan secara lengkap sejarah perkembangan Jawa Barat (Jabar) sejak masa purba hingga berakhirnya masa penjajahan.

Hal itulah yang menjadikan museum ini rujukan wajib bagi pelajar jika mendapat tugas menulis sejarah Jabar secara lengkap. Museum ini buka setiap hari mulai pukul 08.00 hingga 14.00. Seperti halnya museum lain di Bandung, Sri Baduga juga menjadi lokasi wisata sejarah murah meriah.

Tiket masuknya hanya 2 ribu rupiah untuk orang dewasa dan seribu rupiah untuk anak-anak. Pembangunan gedung dirintis sejak 1974 dengan mengambil model bangunan tradisional Jabar, berbentuk suhunan panjang dan rumah panggung yang dipadukan dengan gaya arsitektur modern. Gedung dibangun di atas tanah bekas areal kantor Kawedanan Tegallega seluas 8.415,5 meter persegi. Museum ini memang cukup luas sehingga dapat menampung hingga 20 bus pariwisata.

Karena lokasinya di sekitar Jalan M Toha dan Jalan BKR yang notabene merupakan salah satu jalan terpadat di Kota Bandung, kita perlu bersabar untuk dapat mencapai lokasi museum. Koleksi tetap Museum Sri Baduga meliputi benda-benda bukti kebudayaan Jabar. Kondisi geografi s dan kekayaan alam berpengaruh pada tumbuh kembangnya kebudayaan Jabar.

Fase-fase perkembangan tersebut dikelompokkan dalam bentuk pameran di tiga lantai museum. Museum Sri Baduga memiliki 6.600 koleksi yang kemudian dikelompokkan menjadi 10 klasifikasi. Koleksi pembuktian sejarah alam Jabar mengawali tata pameran di lantai satu.

Pada zaman Plestosen (antara 2 juta hingga 11 juta tahun yang lalu), bumi Jabar telah muncul bersamaan dengan terbentuknya Paparan Sunda. Pulau-pulau di Indonesia bagian barat digambarkan membentuk satu daratan dengan Asia dan Australia, ketika air laut membeku pada masa glasial (zaman es).

Koleksi Langka
Di lantai dua Museum Sri Baduga ditampilkan koleksi yang mengandung unsur dari empat kelompok kebudayaan. Lalu di lantai tiga ditampilkan koleksi yang mengandung unsur mata pencaharian, teknologi, kesenian, pojok sejarah perjuangan bangsa, pojok wawasan Nusantara, dan Bandung tempo dulu.

Museum ini banyak menyimpan koleksi masterpiece. Salah satunya sebuah koleksi langka berupa peta wilayah Madura yang dibuat pada 1885. Peta itu menggambarkan wilayah karesidenan dan distrik di Pulau Jawa dan Madura pada masa pemerintahan kolonial Belanda.

Selain memiliki koleksi asli, museum ini melengkapi temuan sejarah dengan membuat replikanya. Kereta Kencana Paksinagaliman yang merupakan kereta asal Cirebon misalnya. Kereta unik itu memadukan tiga unsur binatang, yakni burung, ular naga, dan gajah. Pada leher tertera angka tahun dalam huruf Jawa 1530 Saka (1608 M). Diperkirakan kereta kencana itu dibuat pada masa pemerintahan Panembahan Ratu.

Konstruksi roda mengadopsi kebudayaan China. Sejak 1930, kereta kencana yang asli tidak lagi digunakan dan disimpan di museum keluarga Kanoman. Beberapa benda yang juga memiliki nilai tak terhingga adalah koleksi lukisan. Menurut pengelola museum, ada beberapa koleksi lukisan yang pernah masuk bursa lelang Christie.

Seperti diketahui, setiap lukisan yang pernah masuk lelang Christie selalu memiliki nilai tinggi, minimal di atas 2 miliar rupiah. Selain koleksi lukisan bernilai miliaran rupiah, museum ini memiliki koleksi uang kuno, topeng kuno, dan benda-benda logam, termasuk senjata yang terbuat dari logam mulia seperti emas yang dihiasi mutiara. tgh/R-2

Restorasi Naskah Kuno dan Gelar Seni

Untuk semakin meramaikan kunjungan wisatawan, Museum Sri Baduga akan memamerkan sejumlah naskah kuno raja-raja di tatar Sunda. Namun, karena sudah berumur sangat tua, naskah tersebut harus direstorasi terlebih dahulu. Sebanyak 145 naskah kuno mengisi koleksi museum, 75 persen di antaranya mengalami kerusakan dengan berbagai kondisi.

Untuk itu, sejak sebulan ter akhir, pihak museum melakukan restorasi terhadap naskah-naskah tersebut. Kepala Balai Museum Negeri Sri Baduga, Ani Ismarini, menyatakan tahun ini pihak museum baru mampu melakukan restorasi 20 naskah. Selain keterbatasan anggaran, keterbatasan SDM dan waktu pelaksanaan menjadi kendala dalam upaya restorasi.

Proses restorasi naskah kuno dilakukan dengan pelapisan lembaran naskah dengan tisu Jepang. Hal tersebut dimaksudkan agar naskah-naskah kuno yang terbuat dari kertas daluang itu tidak bertambah rusak sehingga bisa dibaca masyarakat dan peneliti.

"Setelah melakukan upaya pameran keliling kota dan kabupaten serta ke sekolah-sekolah dan pusat perbelanjaan, kini Sri Baduga secara rutin akan menggelar pentas kesenian. Tujuannya, selain untuk menarik minat pengunjung datang ke museum, untuk memperkenalkan kesenian tradisional maupun kontemporer yang berkembang di Jawa Barat," ujar Ani. Berdasarkan catatan museum, dari tahun ke tahun, angka kunjungan ke Museum Sri Baduga terus meningkat. tgh/R-2

4 Replika Prasasti

Bukti sejarah berupa prasasti juga dapat ditemui di museum ini. Setidaknya ada empat prasasti yang terbuat dari batu-batu besar meski hanya replika.

Pertama, prasasti Ciaruteun yang menggambarkan dua telapak kaki raja. Benda asli terbuat dari batu andesit ditemukan di aliran Sungai Ciaruteun. Kini, prasasti tersebut dipindahkan ke darat dan diberi cungkup (pelindung). Prasasti itu merupakan bukti hadirnya Kerajaan Tarumanagara ( abad 5 M) di Jabar, sekaligus awal dikenalnya tradisi tulis.

Pada prasasti itu terdapat pahatan sepasang telapak kaki, gambar laba-laba, dan empat baris tulisan dalam aksara Pallawa dan bahasa Sansekerta. Lalu ada Prasasti Tugu.

Prasasti itu memiliki pahatan tulisan terpanjang dari semua prasasti peninggalan Punawarman. Tulisan dipahat melingkar pada sebuah batu bentuk bulat telur. Dalam Prasasti Tugu antara lain terdapat dua nama sungai yang terkenal di Punjab (India), yaitu Sungai Candrabhaga dan Gomati.

Prasasti itu merupakan bentuk peringatan pembangunan Sungai Candrabaga dan Sungai Gomati sepanjang 6.122 tombak. Pekerjaan selesai dalam 21 hari. Secara etimologi, para ahli memperkirakan nama Candrabaga sekarang adalah Bekasi. Ada juga Prasasti Batu Tulis yang dipahat pada sebuah batu andesit segi tiga pipih, hingga sekarang masih terletak di tempat asalnya.

Menurut KF Holle dan F De Haan, prasasti itu sudah diketahui dan disebutkan di dalam Dag-register dari Kastil Batavia sejak 1690. Prasasti Batu Tulis tercatat tahun Saka 1455 (1533 M) dan dibuat pada masa Surawisesa (Ratu Sangiang), putra Sri Baduga (1521-1535 M).

Prasasti tersebut merupakan tanda peringatan untuk Sri Baduga Maharaja yang telah membuat parit pertahanan, gunung-gunungan, mengeraskan jalan dengan batu, membuat (hutan) Samida, dan membuat Telaga Rena Mahawijaya. Satu prasasti lainnya adalah Prasasti Telapak Kaki Gajah.