Monumen Nasional
Informasi umum
|
|
Lokasi
|
|
Alamat
|
Jalan
Lapangan Monas
|
Dimulai
|
|
Selesai
|
|
Diresmikan
|
|
Ketinggian
|
132 meter
|
Desain dan pembangunan
|
|
Kontraktor
utama
|
P.N. Adhi
Karya
(tiang fondasi) |
Arsitek
|
Frederich
Silaban,
R.M. Soedarsono |
Monumen Nasional atau yang populer disingkat dengan Monas atau Tugu
Monas adalah monumen peringatan setinggi 132 meter (433 kaki) yang
didirikan untuk mengenang perlawanan dan perjuangan rakyat Indonesia untuk merebut kemerdekaan dari pemerintahan kolonial Hindia Belanda. Pembangunan monumen ini dimulai
pada tanggal 17
Agustus 1961 di bawah perintah presiden Sukarno, dan dibuka untuk umum pada tanggal
12 Juli 1975. Tugu ini dimahkotai lidah api yang dilapisi lembaran
emas yang melambangkan semangat
perjuangan yang menyala-nyala. Monumen Nasional terletak tepat di tengah
Lapangan Medan
Merdeka, Jakarta Pusat. Monumen dan museum ini dibuka
setiap hari mulai pukul 08.00 - 15.00 Waktu Indonesia Barat. Pada hari Senin
pekan terakhir setiap bulannya ditutup untuk umum.
Rancang Bangun Monumen
Rancang bangun Tugu Monas
berdasarkan pada konsep pasangan universal yang abadi; Lingga dan Yoni. Tugu obelisk yang menjulang tinggi adalah lingga
yang melambangkan laki-laki, elemen maskulin yang bersifat aktif dan positif,
serta melambangkan siang hari. Sementara pelataran cawan landasan obelisk
adalah Yoni yang melambangkan perempuan, elemen feminin yang pasif dan negatif,
serta melambangkan malam hari.[6] Lingga dan yoni merupakan lambang
kesuburan dan kesatuan harmonis yang saling melengkapi sedari masa prasejarah
Indonesia. Selain itu bentuk Tugu Monas juga dapat ditafsirkan sebagai sepasang
"alu" dan "Lesung", alat penumbuk padi yang didapati dalam setiap
rumah tangga petani tradisional Indonesia. Dengan demikian rancang bangun Monas
penuh dimensi khas budaya bangsa Indonesia. Monumen terdiri atas 117,7 meter
obelisk di atas landasan persegi setinggi The 17 meter, pelataran cawan.
Monumen ini dilapisi dengan marmer Italia.
Kolam di Taman Medan Merdeka Utara berukuran 25 x 25
meter dirancang sebagai bagian dari sistem pendingin udara sekaligus
mempercantik penampilan Taman Monas. Di dekatnya terdapat kolam air mancur dan
patung Pangeran
Diponegoro yang sedang
menunggang kudanya, terbuat dari perunggu seberat 8 ton. Patung itu dibuat oleh
pemahat Italia, Prof. Coberlato sebagai sumbangan oleh Konsulat Jendral
Honores, Dr Mario Bross di Indonesia. Pintu masuk Monas terdapat di taman Medan
Merdeka Utara dekat patung Pangeran Diponegoro. Pintu masuk melalui terowongan
yang berada 3 m di bawah taman dan jalan silang Monas inilah, pintu masuk
pengunjung menuju tugu Monas. Loket tiket berada di ujung terowongan. Ketika
pengunjung naik kembali ke permukaan tanah di sisi utara Monas, pengunjung
dapat melanjutkan berkeliling melihat relief sejarah perjuangan Indonesia;
masuk ke dalam museum sejarah nasional melalui pintu di sudut timur laut, atau
langsung naik ke tengah menuju ruang kemerdekaan atau lift menuju pelataran
puncak monumen.
Relief Sejarah Indonesia
Pada halaman luar mengelilingi monumen, pada tiap
sudutnya terdapat relief timbul yang menggambarkan sejarah Indonesia. Relief ini bermula di sudut timur
laut dengan mengabadikan kejayaan Nusantara di masa lampau; menampilkan sejarah
Singhasari dan Majapahit. Relief ini berlanjut secara kronologis searah jarum
jam menuju sudut tenggara, barat daya, dan barat laut. Secara kronologis
menggambarkan masa penjajahan Belanda, perlawanan rakyat Indonesia dan
pahlawan-pahlawan nasional Indonesia, terbentuknya organisasi modern yang
memperjuangkan Indonesia Merdeka pada awal abad ke-20, Sumpah Pemuda, Pendudukan Jepang dan Perang Dunia
II, proklamasi kemerdekaan Indonesia disusul Revolusi dan Perang kemerdekaan
Republik Indonesia, hingga mencapai masa pembangunan Indonesia modern. Relief
dan patung-patung ini dibuat dari semen dengan kerangka pipa atau logam, sayang
sekali beberapa patung dan arca mulai rontok dan rusak akibat hujan dan cuaca
tropis.
Museum Sejarah Nasional
Di bagian dasar monumen pada kedalaman 3 meter di
bawah permukaan tanah, terdapat Museum Sejarah Nasional Indonesia. Ruang besar
museum sejarah perjuangan nasional dengan ukuran luas 80 x 80 meter, dapat
menampung pengunjung sekitar 500 orang. Ruangan besar berlapis marmer ini
terdapat 48 diorama pada keempat sisinya dan 3 diorama
di tengah, sehingga menjadi total 51 diorama. Diorama ini menampilkan sejarah
Indonesia sejak masa pra sejarah hingga masa Orde Baru. Diorama ini dimula dari
sudut timur laut bergerak searah jarum jam menelusuri perjalanan sejarah
Indonesia; mulai masa pra sejarah, masa kemaharajaan kuno seperti Sriwijaya dan Majapahit, disusul masa penjajahan bangsa
Eropa yang disusul perlawanan para pahlawan nasional pra kemerdekaan melawan
VOC dan pemerintah Hindia Belanda. Diorama berlangsung terus hingga masa
pergerakan nasional Indonesia awal abad ke-20, pendudukan Jepang, perang
kemerdekaan dan masa revolusi, hingga masa Orde Baru di masa pemerintahan
Suharto.
Ruang Kemerdekaan
Di bagian dalam cawan monumen terdapat Ruang
Kemerdekaan berbentuk amphitheater. Ruangan ini dapat dicapai melalui tangga
berputar di dari pintu sisi utara dan selatan. Ruangan ini menyimpan simbol
kenegaraan dan kemerdekaan Republik Indonesia. Diantaranya naskah asli Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang disimpan dalam kotak kaca di
dalam gerbang berlapis emas, lambang negara Indonesia, peta kepulauan Negara Kesatuan Republik Indonesia berlapis emas, dan bendera merah
putih, dan dinding yang bertulis naskah Proklamasi Kemerdekaan Republik
Indonesia.[1][8]. Di dalam Ruang Kemerdekaan Monumen
Nasional ini digunakan sebagai ruang tenang untuk mengheningkan cipta dan
bermeditasi mengenang hakikat kemerdekaan dan perjuangan bangsa Indonesia.
Naskah asli proklamasi kemerdekaan Indonesia disimpan dalam kotak kaca dalam
pintu gerbang berlapis emas. Pintu mekanis ini terbuat dari perunggu seberat 4
ton berlapis emas dihiasi ukiran bunga Wijaya Kusuma yang melambangkan
keabadian, serta bunga Teratai yang melambangkan kesucian. Pintu ini terletak
pada dinding sisi barat tepat di tengah ruangan dan berlapis marmer hitam.
Pintu ini dikenal dengan nama Gerbang Kemerdekaan yang secara mekanis
akan membuka seraya memperdengarkan lagu "Padamu Negeri" diikuti kemudian oleh rekaman
suara Sukarno tengah membacakan naskah proklamasi
pada 17 Agustus 1945. Pada sisi selatan terdapat patung Garuda Pancasila, lambang negara Indonesia terbuat
dari perunggu seberat 3,5 ton dan berlapis emas. Pada sisi timur terdapat
tulisan naskah proklamasi berhuruf perunggu, seharusnya sisi ini menampilkan
bendera yang paling suci dan dimuliakan Sang Saka Merah Putih, yang aslinya dikibarkan pada
tanggal 17
Agustus 1945. Akan tetapi karena kondisinya sudah semakin tua dan
rapuh, bendera suci ini tidak dipamerkan. Sisi utara diding marmer hitam ini
menampilkan kepulauan Nusantara berlapis emas, melambangkan lokasi Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Pelataran Puncak dan Api Kemerdekaan
Sebuah elevator (lift) pada pintu sisi selatan akan
membawa pengunjung menuju pelataran puncak berukuran 11 x 11 meter di
ketinggian 115 meter dari permukaan tanah. Lift ini berkapasitas 11 orang
sekali angkut. Pelataran puncak ini dapat menampung sekitar 50 orang, serta
terdapat teropong untuk melihat panorama Jakarta lebih dekat. Pada sekeliling
badan elevator terdapat tangga darurat yang terbuat dari besi. Dari pelataran
puncak tugu Monas, pengunjung dapat menikmati pemandangan seluruh penjuru kota Jakarta. Bila kondisi cuaca cerah tanpa
asap kabut, di arah ke selatan terlihat dari kejauhan Gunung Salak di wilayah
kabupaten Bogor, Jawa Barat, arah utara membentang laut lepas dengan
pulau-pulau kecil.
Di puncak Monumen Nasional terdapat cawan yang
menopang nyala obor perunggu yang beratnya mencapai 14,5 ton dan dilapisi emas
35 Kilogram. Lidah api atau obor ini berukuran tinggi 14 meter dan berdiameter
6 meter terdiri dari 77 bagian yang disatukan. Lidah api ini sebagai simbol
semangat perjuangan rakyat Indonesia yang ingin meraih kemerdekaan. Awalnya
nyala api perunggu ini dilapisi lembaran emas seberat 35 kilogram[1], akan tetapi untuk menyambut
perayaan setengah abad (50 tahun) kemerdekaan Indonesia pada tahun 1995,
lembaran emas ini dilapis ulang sehingga mencapai berat 50 kilogram lembaran emas.[9] Puncak tugu berupa "Api Nan
Tak Kunjung Padam" yang bermakna agar Bangsa Indonesia senantiasa memiliki
semangat yang menyala-nyala dalam berjuang dan tidak pernah surut atau padam
sepanjang masa. Pelataran cawan memberikan pemandangan bagi pengunjung dari
ketinggian 17 meter dari permukaan tanah. Pelataran cawan dapat dicapai melalui
elevator ketika turun dari pelataran puncak, atau melalui tangga mencapai dasar
cawan. Tinggi pelataran cawan dari dasar 17 meter, sedangkan rentang tinggi
antara ruang museum sejarah ke dasar cawan adalah 8 m (3 meter dibawah tanah
ditambah 5 meter tangga menuju dasar cawan). Luas pelataran yang berbentuk
bujur sangkar, berukuran 45 x 45 meter, semuanya merupakan pelestarian angka
keramat Proklamasi Kemerdekaan RI (17-8-1945).